Walau kami orang Pinggiran Tapi Pengetahuan Kami Mendunia

Rabu, 30 Maret 2011

TEORI KOGNITIF

Teori pembelajaran merupakan penyedia panduan bagi pengajar untuk membantu siswa didik dalam mengembangkan kognitif, emosional, sosial, fisik, dan spiritual. Panduan-panduan tersebut adalah kejelasan informasi yang mendeskripsikan tujuan, pengetahuan yang diperlukan, dan unjuk kerjaan itu penting. Hal ini adalah untuk mengantisipasi perubahan yang terjadi di dunia pendidikan. Ada dua perubahan yang perlu diantisipasi, yaitu perubahan yang sifatnya sedikit demi sedikit (piecemeal) dan yang bersifat sistemik (systemic). Jadi teori pembelajaran itu penting sebagai suatu dasar pengetahuan yang memandu praktek pendidikan: “bagaimana memfasilitasi belajar” dalam dunia pendidikan yang senantiasa berubah, terlebih dalam cakupan yang sistemik.
Praktek pembelajaran adalah suatu subsistem yang merupakan bagian dari sebuah sistem. Jika dalam sebuah perjalanan, sistemnya berubah, maka subsistemmnya pasti berubah, oleh karena masing-masing kebutuhan subsistem harus memiliki titik temu dengan sistemnya supaya sistem tersebut dapat mendukung subsistem secara berkelanjutan. Jadi perubahan sistemik yang terjadi pada sistem pembelajaran mesti diikuti oleh perubahan sistemik pada subsistem teori pembelajaran. Perubahan teori pembelajaran harus diikuti oleh perubahan paradigma pembelajaran.
Alur berpikir diatas terbangun dari sejarah perkembangan teori pembelajaran. Sebelum para tokoh psikologi membangun dan menemukan teori belajar kognitif, terlebih dahulu sudah terdapat beberapa teori pembelajaran yang telah muncul dan berkembang. Namun teori pembelajaran yang ada saat itu mereka anggap masih kurang sempurna, hingga akhirnya menginspirasikan beberapa tokoh psikologi untuk menyikapi kekurangan-kekurangan dari beberapa teori belajar yang lebih awal yang dianggap masih ada beberapa celah kekurangan, yang diantaranya adalah teori behavioristik. hal ini juga berlaku untuk teori pembelajaran kognitif itu sendiri. Seiring berkembangnya zaman selanjutnya pasti akan ditemukan kekurangan-kekurangan dari teori kognitif ini dalam menjawab tuntutan zaman. Hal tersebut sekaligus memberikan inspirasi bagi tokoh psikologi (di era selanjutnya) untuk mengkonstruksi teori baru yang lebih mampu untuk menjawab tuntutan zaman.
Pada abad ke-20, psikologi telah muncul sebagai sebuah bidang studi yang mandiri. Diantaranya dimulai dengan kemunculan aliran strukturalisme dan juga fungsionalisme yang didalamnya terdapat tokoh psikologi ternama, Dewey. Dari dialektika keduanya muncul asosiasionisme yang digagas oleh Torndike dan Ebbinghaus. Dari aliran yang terahir ini kemudian membuka jalan kemunculan behaviorisme. Langkah lain menuju behaviorisme adalah temuan Pavlov tentang prinsip-prinsip pengkondisian klasik. Perkembangan serta proses diskusi yang mendalam atas behaviorisme ini selanjutnya mendorong lahirnya psikologi kognitif sebagai sebuah ilmu yang mandiri.
1.        B. Tokoh-Tokoh Aliran Kognitif
A.       1. Teori Belajar Cognitive Developmental Dari Piaget
Dalam teorinya, Piaget memandang bahwa proses berpikir sebagai aktivitas gradual dari fungsi intelektual dari konkret menuju abstrak. Piaget adalah ahli psikolog developmentat karena penelitiannya mengenai tahap tahap perkembangan pribadi serta perubahan umur yang mempengaruhi kemampuan belajar individu. Menurut Piaget, pertumbuhan kapasitas mental memberikan kemampuan-kemapuan mental yang sebelumnya tidak ada. Pertumbuhan intelektuan adalah tidak kuantitatif, melainkan kualitatif. Dengan kata lain, daya berpikir atau kekuatan mental anak yang berbeda usia akan berbeda pula secara kualitatif.
Jean Piaget mengklasifikasikan perkembangan kognitif anak menjadi empat tahap :
1.        Tahap sensory – motor, yakni perkembangan ranah kognitif yang terjadi pada usia 0-2 tahun, Tahap ini diidentikkan dengan kegiatan motorik dan persepsi yang masih sederhana.
2.       Tahap pre – operational, yakni perkembangan ranah kognitif yang terjadi pada usia 2-7 tahun. Tahap ini diidentikkan dengan mulai digunakannya symbol atau bahasa tanda, dan telah dapat memperoleh pengetahuan berdasarkan pada kesan yang agak abstrak.
3.       Tahap concrete – operational, yang terjadi pada usia 7-11 tahun. Tahap ini dicirikan dengan anak sudah mulai menggunakan aturan-aturan yang jelas dan logis. Anak sudah tidak memusatkan diri pada karakteristik perseptual pasif.
4.       Tahap formal – operational, yakni perkembangan ranah kognitif yang terjadi pada usia 11-15 tahun. Ciri pokok tahap yang terahir ini adalahanak sudah mampu berpikir abstrak dan logisdengan menggunakan pola pikir “kemungkinan”.
Dalam pandangan Piaget, proses adaptasi seseorang dengan lingkungannya terjadi secara simultan melalui dua bentuk proses, asimilasi dan akomodasi. Asimilasi terjadi jika pengetahuan baru yang diterima seseorang cocok dengan struktur kognitif yang telah dimiliki seseorang tersebut.  Sebaliknya, akomodasi terjadi  jika struktur kognitif yang telah dimiliki seseorang harus direkonstruksi / di kode ulang disesuaikan dengan informasi yang baru diterima.
Dalam teori perkembangan kognitif ini Piaget juga menekankan pentingnya penyeimbangan (equilibrasi) agar seseorang dapat terus mengembangkan dan menambah pengetahuan sekaligus menjaga stabilitas mentalnya.Equilibrasi ini dapat dimaknai sebagai sebuah keseimbangan antara asimilasi dan akomodasi sehingga seseorang dapat menyatukan pengalaman luar dengan struktur dalamya. Proses perkembangan intelek seseorang berjalan dari disequilibrium menuju equilibrium melalui asimilasi dan akomodasi
1.        2. Jerome Bruner Dengan Discovery Learningnya
Bruner menekankanbahwa proses belajar akan berjalan dengan baik dan kreatif jika guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan suatu konsep, teori, aturan, atau pemahaman melalui contoh-contoh yang ia jumpai dalam kehidupan. Bruner meyakini bahwa pembelajaran tersebut bisa muncul dalam tiga cara atau bentuk, yaitu: enactive,iconic dan simbolic. Pembelajaran enaktif mengandung sebuah kesamaan dengan kecerdasan inderawi dalam teori Piaget. Pengetahuan enaktif adalah mempelajari sesuatu dengan memanipulasi objek – melakukan pengatahuan tersebut daripada hanya memahaminya. Anak-anak didik sangat mungkin paham bagaimana cara melakukan lompat tali (‘melakukan’ kecakapan tersebut), namun tidak terlalu paham bagaimana menggambarkan aktifitas tersebut dalam kata-kata, bahkan ketika mereka harus menggambarkan dalam pikiran.
Pembelajaran ikonik merupakan pembelajaran yang melalui gambaran; dalam bentuk ini, anak-anak mempresentasikan pengetahuan melalui sebuah gambar dalam benak mereka. Anak-anak sangat mungkin mampu menciptakan gambaran tentang pohon mangga dikebun dalam benak mereka, meskipun mereka masih kesulitan untuk menjelaskan dalam kata-kata.
Pembelajaran simbolik, ini merupakan pembelajaran yang dilakukan melalui representasi pengalaman abstrak (seperti bahasa) yang sama sekali tidak memiliki kesamaan fisik dengan pengalaman tersebut. Sebagaimana namanya, membutuhkan pengetahuan yang abstrak, dan karena simbolik pembelajaran yang satu ini serupa dengan operasional formal dalam proses berpikir dalam teori Piaget.
Jika dikorelasikan dengan aplikasi pembelajaran, Discoveri learningnya Bruner dapar dikemukakan sebagai berikut:
1.        Belajar merupakan kecenderungan dalam diri manusia, yaitu Self-curiousity(keingintahuan) untuk mengadakan petualangan pengalaman.
2.       Belajar penemuan terjadi karena sifat mental manusia mengubah struktur yang ada. Sifat mental tersebut selalu mengalir untuk mengisi berbagai kemungkinan pengenalan.
3.       Kualitas belajar penemuan diwarnai modus imperatif kesiapan dan kemampuan secara enaktif, ekonik, dan simbolik.
4.       Penerapan belajar penemuan hanya merupakan garis besar tujuan instruksional sebagai arah informatif.
5.        Kreatifitas metaforik dan creative conditioning yang bebas dan bertanggung jawab memungkinkan kemajuan.
1.        3. Teori Belajar Bermakna Ausubel.
Psikologi pendidikan yang diterapkan oleh Ausubel adalah bekerja untuk mencari hukum belajar yang bermakna, berikut ini konsep belajar bermakna David Ausubel.
Pengertian belajar bermakna
Menurut Ausubel ada dua jenis belajar : (1) Belajar bermakna (meaningful learning) dan (2) belajar menghafal (rote learning). Belajar bermakna adalah suatu proses belajar di mana informasi baru dihubungkan dengan struktur pengertian yang sudah dipunyai seseorang yang sedang belajar. Sedangkan belajar menghafal adalah siswa berusaha menerima dan menguasai bahan yang diberikan oleh guru atau yang dibaca tanpa makna.
Sebagai ahli psikologi pendidikan Ausubel menaruh perhatian besar pada siswa di sekolah, dengan memperhatikan/memberikan tekanan-tekanan pada unsur kebermaknaan dalam belajar melalui bahasa (meaningful verbal learning). Kebermaknaan diartikan sebagai kombinasi dari informasi verbal, konsep, kaidah dan prinsip, bila ditinjau bersama-sama. Oleh karena itu belajar dengan prestasi hafalan saja tidak dianggap sebagai belajar bermakna. Maka, menurut Ausubel supaya proses belajar siswa menghasilkan sesuatu yang bermakna, tidak harus siswa menemukan sendiri semuanya. Malah, ada bahaya bahwa siswa yang kurang mahir dalam hal ini akan banyak menebak dan mencoba-coba saja, tanpa menemukan sesuatu yang sungguh berarti baginya. Seandainya siswa sudah seorang ahli dalam mengadakan penelitian demi untuk menemukan kebenaran baru, bahaya itu tidak ada; tetapi jika siswa tersebut belum ahli, maka bahaya itu ada.
Ia juga berpendapat bahwa pemerolehan informasi merupakan tujuan pembelajaran yang penting dan dalam hal-hal tertentu dapat mengarahkan guru untuk menyampaikan informasi kepada siswa. Dalam hal ini guru bertanggung jawab untuk mengorganisasikan dan mempresentasikan apa yang perlu dipelajari oleh siswa, sedangkan peran siswa di sini adalah menguasai yang disampaikan gurunya.
Belajar dikatakan menjadi bermakna (meaningful learning) yang dikemukakan oleh Ausubel adalah bila informasi yang akan dipelajari peserta didik disusun sesuai dengan struktur kognitif yang dimiliki peserta didik itu sehingga peserta didik itu mampu mengaitkan informasi barunya dengan struktur kognitif yang dimilikinya.
Belajar seharusnya merupakan apa yang disebut asimilasi bermakna, materi yang dipelajari di asimilasikan dan dihubungkan dengan pengetahuan yang telah dipunyai sebelumnya. Untuk itu diperlukan dua persyaratan :
a. Materi yang secara potensial bermakna dan dipilih oleh guru dan harus sesuai dengan     tingkat    perkembangan dan pengetahuan masa lalu peserta didik.
b. Diberikan dalam situasi belajar yang bermakna, faktor motivasional memegang peranan   penting dalam hal ini, sebab peserta didik tidak akan mengasimilasikan materi baru tersebut apabila mereka tidak mempunyai keinginan dan pengetahuan bagaimana melakukannya. Sehingga hal ini perlu diatur oleh guru, agar materi tidak dipelajari secara hafalan.
Berdasarkan uraian di atas maka, belajar bermakna menurut Ausubel adalah suatu proses belajar di mana peserta didik dapat menghubungkan informasi baru dengan pengetahuan yang sudah dimilikinya dan agar pembelajaran bermakna, diperlukan 2 hal yakni pilihan materi yang bermakna sesuai tingkat pemahaman dan pengetahuan yang dimiliki siswa dan situasi belajar yang bermakna yang dipengaruhi oleh motivasi.
Dengan demikian kunci keberhasilan belajar terletak pada kebermaknaan bahan ajar yang diterima atau yang dipelajari oleh siswa. Ausubel tidak setuju dengan pendapat bahwa kegiatan belajar penemuan (discovery learning) lebih bermakna daripada kegiatan belajar penerimaan (reception learning). Sehingga dengan ceramahpun, asalkan informasinya bermakna bagi peserta didik, apalagi penyajiannya sistematis, akan dihasilkan belajar yang baik.
JEAN PIAGET
JEROME BRUNER
DAVID AUSUBEL
· Proses belajar terjadi menurut
pola tahaptahap
perkembangan
tertentu sesuai dengan
umur siswa.
· Proses belajar melalui tahap-    tahap
Asimilasi
(proses penyesuaian
pengetahuan baru
dengan struktur kognitif
siswa).
Akomodasi
(proses penyesuaian
struktur kognitif siswa
dengan pengetahuan
baru).
Ekuilibrasi
(proses penyeimbangan
mental setelah
terjadi proses asimilasi /
akomodasi).
· Proses belajar terjadi lebih    ditentukan
oleh cara kita mengatur
materi pelajaran, dan
bukan ditentukan oleh umur
siswa.
· Proses belajar melalui tahap
tahap :
Enaktif
(aktivitas siswa untuk
memahami lingkungan.
Ikonik
(siswa melihat dunia
melalui gambargambar
dan
visualisasi verbal).
Simbolik
(siswa memahami
gagasangagasan
abstrak)
· Proses belajar terjadi bila   siswa
mampu mengasimilasikan
pengetahuan yang dia miliki
dengan pengetahuan yang
baru.
· Proses belajar melalui  tahaptahap:
Memperhatikan
stimulus
yang diberikan.
Memahami
makna stimulus.
Menyimpan
dan menggunakan
informasi yang sudah
dipahami.
1.        4. Beberapa teori dan tokoh lain
Selain tiga tokoh diatas berikut kami sampaikan secara singkat  beberapa tokoh lain yang juga menjadikan teori kognitif sebagai pijakan dalam mengembangkan teori yang mereka kemukakan.
Salah satu teori kognitif yang juga sering dijadikan acuan adalah teori gestalt.  Peletak dasar teori gestalt adalah Merx Wertheimer (1880-1943) yang meneliti tentang pengamatan dan problem solving. Sumbangannya diikuti oleh Kurt Koffka (1886-1941) yang menguraikan secara terperinci tentang hukum-hukum pengamatan, kemudian Wolfgang Kohler (1887-1959) yang meneliti tentang insight pada simpase. Kaum gestaltis berpendapat bahwa pengalaman itu berstuktur yang terbentuk dalam suatu keseluruhan. Menurut pandangan gestaltis, semua kegiatan belajar menggunakan pemahaman terhadap hubungan hubungan, terutama hubungan antara bagian dan keseluruhan. Intinya, menurut mereka, tingkat kejelasan dan keberartian dari apa yang diamati dalam situasi belajar adalah lebih meningkatkan kemampuan belajar seseorang dari pada dengan hukuman dan ganjaran.
Selanjutnya tokoh dari teori kognitif adalah Kurt Lewin (1892-1947). Mengembangkan suatu teori belajar kognitif-field dengan menaruh perhatian kepada kepribadian dan psikologi social. Lewin memandang masing-masing individu berada di dalam suatu medan kekuatan yang bersifat psikologis. Medan dimana individu bereaksi disebut life space. Life space mencankup perwujudan lingkungan di mana individu bereaksi, misalnya ; orang – orang yang dijumpainya, objek material yang ia hadapi serta fungsi kejiwaan yang ia miliki. Jadi menurut Lewin, belajar berlangsung sebagai akibat dari perubahan dalam struktur kognitif. Perubahan sruktur kognitif itu adalah hasil dari dua macam kekuatan, satu dari stuktur medan kognisi itu sendiri, yang lainya dari kebutuhan motivasi internal individu. Lewin memberikan peranan lebih penting pada motivasi dari reward.
Seiring perkembangan teknologi, teori kognitif ini juga dikorelasikan dengan kecerdasan yang ada pada teknologi mutahir, khususnya komputer, yang diistilahkan dengan kecerdasan buatan (artificial intelegence). Kecerdasan ini didefinisikan dengan, sebuah studi tentang bagaimana membuat komputer mengerjakan sesuatu yang dapat dikerjakan manusia (Rich, 1991). Tokoh lain mengatakan, Suatu perilaku sebuah mesin yang jika dikerjakan oleh manusia akan disebut cerdas (Turing, et. al, 1996). Program komputer untuk permainan catur, yang sekarang dapat mengalahkan banyak manusia adalah salah satu contoh dari kecerdasan buatan.
Kebanyakan ahli setuju bahwa Kecerdasan Buatan berhubungan dengan 2 ide dasar. Pertama, menyangkut studi proses berfikir manusia, dan kedua, berhubungan dengan merepresentasikan proses tersebut melalui mesin (komputer, robot, dll)
Menurut Winston dan Prendergast (1984), tujuan dari Kecerdasan Buatan adalah:
a. Membuat mesin menjadi lebih pintar (tujuan utama).
b. Memahami apakah kecerdasan (intelligence) itu (tujuan ilmiah).
c. Membuat mesin menjadi lebih berguna (tujuan enterprenerial).
1.        C. Belajar Sebagai Proses Kognitif
Teori kognitif adalah teori yang umumnya dikaitkan dengan proses belajar. Kognisi adalah kemampuan psikis atau mental manusia yang berupa mengamati, melihat, menyangka, memperhatikan, menduga dan menilai. Dengan kata lain, kognisi menunjuk pada konsep tentang pengenalan. Teori kognitif menyatakan bahwa proses belajar terjadi karena ada variabel penghalang pada aspek-aspek kognisi seseorang (Mulyati, 2005)
Teori belajar kognitiv lebih mementingkan proses belajar daripada hasil belajar itu sendiri. Belajar tidak sekedar melibatkan hubungan antara stimulus dan respon, lebih dari itu belajar melibatkan proses berpikir yang sangat kompleks. Belajar adalah perubahan persepsi dan pemahaman. Perubahan persepsi dan pemahaman tidak selalu berbentuk perubahan tingkah laku yang bisa diamati.
Dari beberapa teori belajar kognitif diatas (khusunya tiga di penjelasan awal) dapat pemakalah ambil sebuah sintesis bahwa masing masing teori memiliki kelebihan dan kelemahan jika diterapkan dalam dunia pendidikan juga pembelajaran. Jika keseluruhan teori diatas memiliki kesamaan yang sama-sama dalam ranah psikologi kognitif, maka disisi lain juga memiliki perbedaan jika diaplikasikan dalam proses pendidikan.
Sebagai misal, Teori bermakna ausubel dan discovery Learningnya bruner memiliki sisi pembeda. Dari sudut pandang Teori belajar Bermakna Ausubel memandang bahwa justeru ada bahaya jika siswa yang kurang mahir dalam suatu hal mendapat penanganan dengan teori belajar discoveri, karena siswa cenderung diberi kebebasan untuk mengkonstruksi sendiri pemahaman tentang segala sesuatu. Oleh karenanya menurut teori belajar Bermakna guru tetap berfungsi sentral sebatas membantu mengkoordinasikan pengalaman-pengalaman yang hendak diterima oleh siswa namun tetap dengan koridor pembelajaran yang bermakna.
Dari poin diatas dapat pemakalah ambil garis tengah bahwa beberapa teori belajar kognitif diatas, meskipun sama-sama mengedepankan proses berpikir, tidak serta merta dapat diaplikasikan pada konteks pembelajaran secara menyeluruh. Terlebih untuk menyesuaikan teori belajar kognitif ini dengan kompleksitas proses dan sistem pembelajaran sekarang maka harus benar-benar diperhatikan antara karakter masing-masing teori dan kemudian disesuakan dengan tingkatan pendidikan maupun karakteristik peserta didiknya.
1.        D. Gagasan-Gagasan Kunci di Dalam Psikologi Kognitif dalam konteks pendidikan.
1.        Kognisi umumnya bersifat adaptif, namun tidak semua kasus. Evolusi telah membantu kita dengan baik dalam membentuk perkembang perangkat kognitif yang sanggup menangkap secara kuat rangsangan dari lingkungan. Perangkat kognitif ini membuat kita mampu untuk memahami rangsangan internal yang membuat sebagian besar informasi bisa tersedia bagi kita. Kita bisa memahami, belajar, mengingat, menalar dan memecahkan masalah dengan keakuratan tinggi. Rangsangan apapun dapat memecahkan perhatian kita dengan mudah dari memproses informasi dengan benar. Namun begitu, proses-proses sama yang membawa kita kepada pemahaman, pengingatan, dan penalaran akurat dikebanyakan situasi bisa juga membawa kita pada situasi kebingunan. Proses memori dan penalaran kita, rentan terhadap kekeliruan sistematik tertentu yang dikenal dengan baik. Contoh, kita cenderung menilai secara berlebihan  informasi yang mudah kita terima, bahkan kita melakukan kekeliruan ini ketika informasi tersebut sama sekali tidak relevan dengan persoalan yang sedang dihadapi.
2.       Proses kognitif berinteraksi satu sama lain termasuk denga proses-proses non-kognitif. Meskipun para psikolog kognitif sering kali mengisolasi fungsi dari proses-proses kognitif tertentu. Contoh proses-proses memori bergantung pada proses-proses persepsi. Apa yang anda ingat , sebagian bergantung kepada yang anda pahami. Dengan cara yang sama, proses berfikir bergantung sebagian kepad proses memori, contoh  Anda tidak bisa merefleksikan apa yang anda ingat. Proses-proses kognitif juga berinteraksi dengan proses-proses non-kognitif, contohnya anada bisa belajar lebih baik ketika termotivasiuntuk belajar. Walaupun demikian pembelajaran anda tampaknya akan melemah jika merasa anda merasa jengkel terhadap sesuatu dan tidak bis berkonsentrasi pad atugas pembelajaran yang sedang dihadapi.
Salah satu wilayah psikologi kognitif yang paling menarik dewasa ini adalah saling berkaitan antara analisis yang kognitif dan biologis. Contohnya menjadi mungkin untuk menentukan tempat aktifitas didalam otak yang berkaitan dengan jenis-jenis proses kognitf. Akan tetapi kita tidak boleh langsung mengasumsikan kalau aktifitas biologis adalah penyebabutama aktifitas kognitif. Riset justru menunjukkan bahwa proses pembelajaranlah yang menyebabkan perubahan-perubahan di dalam otak. Dengan kata lain proses-proses kognitif dapat mempengaruhi struktur-struktur biologis sama seperti struktur biologis mempengaruhi proses kognitif. Sistem kognitif tidak bekerja secara terisolasi, namun bekerja dengan sistem lain.
1.        Kognisi perlu dipelajari lewat beragam metode ilmiah. Semua proses kognitif perlu dipelajari lewat beragam operasi yang saling melengkapi. Artinya beragam metode studi untuk mencari suatu pemahaman umum. Semakin banyak perbedaan jenis teknik yang mengarah kepada kesimpulan yang sama, semakin tinggi keyakinan yang bisa kita miliki mengenai kesimpulan tersebut. Contohnya, studi-studi tentang waktu reaksi, tingkat kekeliruan dan pola perbedaan individual, semua mengarah pada kesimpulan yang sama.
1.        E. Penutup
Teori perkembangan ini telah sedikit banyak memberi panduan kepada seluruh  stakeholder pendidikan, khususnya praktisi pendidikan, tentang perkembangan yang dilalui oleh seseorang anak didik dan setiap anak didik tersebut  adalah berbeda dari segi perkembangan kognitifnya yang kemungkinan dipengaruhi oleh faktor-faktor internal maupun eksternal mereka seperti bakat, lingkungan, makanan, kecerdasan dan sebagainya.
1.        F. Daftar Rujukan
§  Budiningsih, C. Asri. 2004. Belajar dan Pembelajaran. Yogyakarta: Rineka Cipta
§  F. Hill, Winfred. 1990. Theories Of Learning; Teori- Teori Pembelajaran, Alih Bahasa M. Khozim. ……………….Bandung: Nusa Media
§  Mulyati. 2005. Psikologi Belajar. Surakarta: Andi
§  Stenberg, Robert J. 2008. Psikologi Kognitif Edisi Keempat. Yogyakarta. Pustaka pelajar
§  Seivert, Kelvin. 2008. Manajemen Pembelajaran dan Instruksi Pendidikan. Yogyakarta: IRCiSoD

Jerome Bruner dan proses pendidikan

Jerome Bruner telah memberikan kontribusi yang besar bagi apresiasi kita terhadap proses pendidikan dan perkembangan teori kurikulum. Kami mengeksplorasi karyanya dan menarik beberapa pelajaran penting bagi para pendidik informal dan mereka yang peduli dengan praktik belajar sepanjang hayat.

Hal ini pasti terjadi bahwa sekolah hanya satu bagian kecil dari bagaimana budaya inducts kaum muda menjadi cara kanonik nya. Memang, sekolah bahkan mungkin bertentangan dengan's lainnya cara budaya dari inducting kaum muda ke dalam persyaratan hidup komunal .... Apa yang telah menjadi semakin jelas ... adalah pendidikan yang tidak hanya tentang hal-hal sekolah konvensional seperti kurikulum atau standar atau pengujian. Apa yang kita memutuskan untuk melakukannya di sekolah hanya masuk akal bila dianggap dalam konteks yang lebih luas dari apa yang masyarakat bermaksud untuk menyelesaikan melalui investasi pendidikan dalam muda.Bagaimana satu conceives pendidikan, kita akhirnya datang untuk mengenali, merupakan fungsi dari bagaimana satu conceives budaya dan tujuannya, mengaku dan sebaliknya. (Jerome S. Bruner 1996: ix-x)
Jerome S. Bruner (1915 -) adalah salah satu yang dikenal dan berpengaruh psikolog terbaik abad kedua puluh. Dia adalah salah satu tokoh kunci dalam revolusi 'jadi' yang disebut kognitif - tetapi bidang pendidikan yang pengaruhnya telah terutama terasa.Buku-bukunya Proses Pendidikan dan Menuju Teori Instruksi telah banyak dibaca dan menjadi dikenal sebagai klasik, dan karyanya pada program studi sosial - Man: A Course of Study (MacOS) - pada pertengahan 1960-an merupakan salah satu bangunan di pengembangan kurikulum. Baru-baru ini Bruner telah datang untuk menjadi kritis dari 'revolusi kognitif dan telah melihat ke gedung psikologi budaya yang mempertimbangkan yang tepat dari konteks historis dan sosial peserta. Dalam bukunya 1996 Budaya Pendidikan argumen ini dikembangkan sehubungan dengan sekolah (dan pendidikan lebih umum). 'Bagaimana seseorang conceives pendidikan ", ia menulis," kita akhirnya datang untuk mengenali, merupakan fungsi dari bagaimana satu conceives budaya dan tujuan-tujuannya, mengaku dan sebaliknya' (Bruner 1996: ix-x).
Jerome S. Bruner - hidup
Bruner dilahirkan di New York City dan kemudian dididik di Duke University dan Harvard (dari mana ia dianugerahi gelar PhD pada tahun 1947). Selama Perang Dunia II, Bruner bekerja sebagai seorang psikolog sosial menjelajahi propaganda opini publik dan sikap sosial untuk intelijen Angkatan Darat Amerika Serikat. Setelah memperoleh gelar PhD ia menjadi anggota fakultas, menjabat sebagai profesor psikologi, serta mitra pendiri dan direktur Pusat Studi Kognitif. 
Awal tahun 1940-an, persepsi pengaruh ('set mental' atau) Jerome Bruner, bersama dengan Leo Postman, bekerja pada cara di mana kebutuhan, motivasi, dan harapan.Kadang-kadang dijuluki sebagai 'New Look', mereka mengeksplorasi persepsi dari orientasi fungsional (sebagai terhadap suatu proses untuk memisahkan dari dunia sekitarnya). Selain karya ini, Bruner mulai melihat peran strategi dalam proses kategorisasi manusia, dan lebih umum, perkembangan kognisi manusia. Perhatian dengan psikologi kognitif menyebabkan kepentingan tertentu dalam perkembangan kognitif anak-anak (dan mode mereka representasi) dan apa bentuk yang sesuai tentang pendidikan mungkin.
Dari akhir 1950-an pada Jerome Bruner menjadi tertarik pada sekolah di Amerika Serikat - dan diundang untuk memimpin pertemuan hari berpengaruh sepuluh ulama dan pendidik di Woods Hole di Cape Cod tahun 1959 (di bawah naungan National Academy of Sciences dan Nasional Science Foundation). Salah satu hasilnya adalah buku Bruner's tengara Proses Pendidikan (1960). Ini mengembangkan beberapa tema kunci dari pertemuan itu dan merupakan faktor penting dalam pembentukan berbagai program pendidikan dan percobaan pada 1960-an. Jerome Bruner kemudian bergabung dengan sejumlah panel kunci dan komite (termasuk Presiden Panel Penasehat Pendidikan). Pada tahun 1963, ia menerima Distinguished Scientific Award dari American Psychological Association, dan pada tahun 1965 ia menjabat sebagai presiden. 
Jerome S. Bruner juga menjadi terlibat dalam desain dan pelaksanaan proyek MacOS berpengaruh (yang berusaha untuk menghasilkan gambar kurikulum yang komprehensif pada ilmu-ilmu perilaku). Kurikulum terkenal bertujuan untuk mengatasi tiga pertanyaan:
Apa yang unik manusia tentang makhluk manusia?
Bagaimana mereka bisa seperti itu?
Bagaimana mereka bisa dibuat lebih begitu? (Bruner 1976: 74)
Proyek ini melibatkan sejumlah peneliti muda, termasuk Howard Gardner , yang kemudian telah membuat dampak pada pemikiran pendidikan dan praktek. MacOS diserang oleh konservatif (khususnya sifat lintas-budaya materi). Itu juga sulit untuk menerapkan - membutuhkan tingkat kecanggihan dan belajar pada bagian dari guru, dan kemampuan dan motivasi pada bagian mahasiswa. Gelombang pendidikan sudah mulai pindah dari pemikir liberal dan progresif lebih seperti Jerome Bruner. 
Pada tahun 1960 Jerome Bruner mengembangkan teori pertumbuhan kognitif.Pendekatan-Nya (berbeda dengan Piaget) memandang dan pengalaman faktor lingkungan. Bruner menyarankan bahwa kemampuan intelektual yang dikembangkan secara bertahap melalui langkah-demi-langkah perubahan dalam cara pikiran digunakan. berpikir Bruner menjadi semakin dipengaruhi oleh para penulis seperti Lev Vygotsky dan ia mulai bersikap kritis terhadap fokus intrapersonal ia telah diambil, dan kurangnya perhatian pada konteks sosial dan politik. Pada awal 1970-an Bruner meninggalkan Harvard untuk mengajar selama beberapa tahun di universitas Oxford. Di sana ia melanjutkan penelitian ke dalam pertanyaan badan pada bayi dan memulai serangkaian eksplorasi berbahasa anak-anak. Dia kembali ke Harvard sebagai dosen tamu pada tahun 1979 dan kemudian, dua tahun kemudian, bergabung sebagai staf pengajar di Sekolah baru untuk Penelitian Sosial di New York City. Ia menjadi kritis dari 'revolusi kognitif' dan mulai berdebat untuk membangun sebuah psikologi budaya. "Ini budaya 'gilirannya kemudian tercermin dalam karyanya tentang pendidikan - terutama dalam bukunya 1996: The Budaya Pendidikan 
Proses pendidikan
Proses Pendidikan (1960) adalah seorang teks tengara. Ini berdampak langsung terhadap pembentukan kebijakan di Amerika Serikat dan mempengaruhi pemikiran dan orientasi kelompok luas guru dan cendekiawan, melihat Its anak-anak sebagai pemecah-masalah aktif yang siap menjelajahi 'sulit' subyek sementara berada di luar langkah dengan pandangan yang dominan dalam bidang pendidikan di waktu itu, melanda akord dengan banyak. "Ini adalah kejutan ', Jerome Bruner kemudian untuk menulis (dalam kata pengantar untuk edisi 1977), bahwa sebuah buku sehingga strukturalis menyatakan pandangan pengetahuan dan begitu intuisionis suatu pendekatan terhadap proses mengetahui harus menarik begitu banyak perhatian di Amerika , di mana empirisme telah lama suara dominan dan teorinya 'penguat' belajar '( ibid. : vii).
Empat tema kunci muncul keluar dari pekerjaan di sekitar Proses Pendidikan (1960: 11-16):
Peran struktur dalam pembelajaran dan bagaimana hal itu dapat dilakukan pusat dalam mengajar . Pendekatan yang dilakukan harus menjadi satu praktis. 'The pengajaran dan pembelajaran struktur, bukan sekedar penguasaan fakta dan teknik, adalah pusat dari masalah klasik transfer ... Jika belajar sebelumnya adalah untuk membuat kemudian belajar lebih mudah, maka harus melakukannya dengan memberikan gambaran umum dalam hal mana hubungan antara hal-hal yang dihadapi sebelumnya dan kemudian dibuat sejelas mungkin '( ibid 12.:).
Kesiapan untuk belajar . Berikut argumen adalah bahwa sekolah telah menyia-nyiakan banyak waktunya orang dengan menunda pengajaran bidang penting karena mereka dianggap 'terlalu sulit'. 
Kita mulai dengan hipotesis bahwa subjek apapun dapat diajarkan secara efektif dalam beberapa bentuk intelektual jujur ​​untuk setiap anak pada setiap tahap pembangunan. ( ibid. : 33)
Gagasan ini mendasari ide tentang kurikulum spiral - 'Sebuah kurikulum sebagaimana seharusnya mengembangkan kembali ide dasar ini berulang kali, bangunan atas mereka sampai mahasiswa tersebut telah menangkap aparat formal penuh yang berlangsung dengan mereka "( ibid. : 13).
Berpikir intuitif dan analitis . Intuisi ('teknik intelektual setelah tiba dan masuk akal tetapi formulasi tentatif tanpa melalui langkah-langkah analitis dengan mana formulasi tersebut akan ditemukan kesimpulan yang valid atau tidak valid' ibid. : 13) adalah fitur penting diabaikan namun banyak berpikir produktif. Berikut Bruner mencatat bagaimana para ahli di berbagai bidang muncul 'untuk melompat intuitif menjadi keputusan atau solusi untuk masalah' ( ibid. : 62) - fenomena yang Donald Schön adalah untuk menjelajahi beberapa tahun kemudian - dan melihat bagaimana guru dan sekolah mungkin menciptakan kondisi untuk intuisi untuk berkembang.  
Motif untuk belajar . 'Idealnya', Jerome Bruner menulis, kepentingan material yang akan dipelajari adalah stimulus terbaik untuk belajar, bukan tujuan eksternal seperti nilai atau lambat keuntungan kompetitif '( ibid. : 14). Dalam usia spectatorship meningkat, 'motif untuk belajar harus dijaga dari pergi pasif ... mereka harus didasarkan sebanyak mungkin pada gairah kepentingan dalam apa yang ada dipelajari, dan mereka harus tetap luas dan beragam dalam ekspresi '( ibid. : 80). 
Bruner adalah untuk menulis 'dua' postscripts untuk Proses Pendidikan : Menuju teori instruksi (1966) dan Relevansi Pendidikan (1971). Dalam buku-buku ini Bruner 'berkembang mengajukan ide-idenya tentang cara-cara di mana instruksi benar-benar mempengaruhi model mental dari dunia bahwa siswa membangun, menguraikan dan mengubah' (Gardner 2001: 93). Dalam buku pertama kesepakatan berbagai esai dengan hal-hal seperti pola pertumbuhan, keinginan untuk belajar, dan tentang cara membuat dan menilai (termasuk beberapa bahan membantu sekitar evaluasi). Dua esai adalah kepentingan tertentu - refleksi tentang MacOS (lihat di atas), dan 'dia' catatan pada teori instruksi. Esai terakhir membuat kasus untuk mengambil ke pertanyaan rekening predisposisi, struktur, urutan, dan memperkuat dalam penyusunan kurikulum dan program. Ia membuat kasus untuk pendidikan sebagai proses pengetahuan-mendapatkan:
Untuk mengajar seseorang ... bukanlah masalah mendapatkan dia untuk melakukan hasil ke pikiran. Sebaliknya, itu adalah untuk mengajar dia untuk berpartisipasi dalam proses yang memungkinkan pembentukan pengetahuan.Kami mengajarkan subjek tidak untuk menghasilkan perpustakaan hidup kecil tentang hal itu, melainkan untuk mendapatkan siswa untuk berpikir secara matematis bagi dirinya sendiri, untuk mempertimbangkan hal-hal sebagai sejarawan yang tidak, untuk mengambil bagian dalam proses mendapatkan pengetahuan. Mengetahui adalah sebuah proses bukan sebuah produk. (1966: 72)
Esai-esai dalam Relevansi Pendidikan (1971) menerapkan teori untuk perkembangan bayi.
Budaya pendidikan
Jerome Bruner's refleksi pendidikan di Budaya Pendidikan (1996) menunjukkan dampak dari perubahan dalam pemikiran sejak 1960-an. Dia sekarang ditempatkan karyanya menyeluruh dalam apresiasi budaya: budaya 'bentuk pikiran ... menyediakan kami dengan toolkit yang kita membangun tidak hanya dunia kita tetapi konsepsi sangat kami diri kita dan kekuatan kita "( ibid. : x). Orientasi 'mengandaikan bahwa aktivitas mental manusia bukan solo atau dilakukan tanpa bantuan, bahkan ketika ia pergi pada "di dalam kepala" ( ibid. : xi). Ini juga membutuhkan Bruner jauh melampaui batas-batas sekolah.
Kesimpulan
S. Bruner telah memiliki pengaruh besar pada pendidikan - dan atas orang-orang peneliti dan mahasiswa dia telah bekerja dengan. Jerome Howard Gardner telah berkomentar:
Jerome Bruner bukan hanya salah satu pemikir pendidikan terkemuka zaman, ia juga merupakan pelajar terinspirasi dan guru. rasa ingin tahu menular Nya menginspirasi semua orang yang tidak sepenuhnya letih.Individu dari setiap umur dan latar belakang diundang untuk bergabung masuk analisis logis, disertasi teknis, pengetahuan yang kaya dan luas materi yang beragam, selain ke orbit yang lebih luas informasi, lompatan intuitif, teka-teki hamil mencurahkan dari mulut tak kenal lelah dan pena. Dalam kata-katanya, 'kegiatan intelektual adalah di mana saja dan di mana-mana, baik di perbatasan pengetahuan atau di kelas kelas tiga'. Untuk mereka yang tahu dia, Bruner tetap Pendidik Compleat dalam daging ... (Gardner 2001: 94)
Harus diselesaikan
Bacaan lebih lanjut dan referensi
Bruner, J (1960) Proses Pendidikan , Cambridge, Mass: Harvard University Press. 97 + xxvi halaman. Benar diakui sebagai abad kedua puluh 'pendidikan' klasik, buku ini berpendapat bahwa sekolah dan kurikulum harus dibangun untuk mendorong 'intuitif' graspings. Bruner membuat kasus untuk 'spiral' kurikulum. Edisi kedua, 1977, telah baru kata pengantar aa yang reassesses buku. 
Bruner, JS (1966) Menuju Teori Instruksi , Cambridge, Mass: Belkapp Press. 176 + x halaman.
Bruner, JS (1971) Relevansi Pendidikan , New York: Norton. Dalam buku ini teori Bruner diterapkan untuk perkembangan bayi.
Bruner, J. (1996) Budaya Pendidikan , Cambridge, Mass: Harvard University Press. 224 + xvi halaman.
Referensi
Bruner, J. (1973) Going Beyond Informasi Mengingat , New York: Norton.
Bruner, J. (1983) 's Talk Anak: Belajar Gunakan Bahasa, New York: Norton.
Bruner, J. (1986) Minds aktual, Worlds Kemungkinan , Cambridge, MA: Harvard University Press.
Bruner, J. (1990) Kisah Makna Cambridge, MA: Harvard University Press.
Bruner, J., Goodnow, J., & Austin, A. (1956) Sebuah Kajian Berpikir, New York: Wiley.
Gardner, H. (2001) 'Jerome S. Bruner' di JA Palmer (ed.) Fifty Modern Thinkers tentang Pendidikan. Dari Piaget hingga saat ini , London: Routledge.
Link

Untuk mengutip artikel ini : Smith, MK (2002) 'Jerome S. Bruner dan proses pendidikan', ensiklopedia pendidikan informal http://www.infed.org/thinkers/bruner.htm.
© Mark K. Smith 2002
about the encyclopaedia of informal education




Pengikut