Walau kami orang Pinggiran Tapi Pengetahuan Kami Mendunia

Minggu, 22 Agustus 2010

cerita: dijalanmu kuingin menikah

Arum baru saja menyelesaikan sholat witir ketika Adzan Subuh Berkumandang, namun tiba2 dia hentikan sejenak sebelum sholat qobla Subuh karena HP nya berdering, sekilas melongok ke Handpone di mejanya sekejap rasa bahagia menyelimuti hatinya..”ibu..” , tapi tiba-tiba sambungan terputus, Arum memutuskan untuk menelpon Balik

:Assalmu’alaikum”

Wa’alaikumsalam”

“gimana keadaan ibu? Ibu sehatkah? “

“ibu sehat Rum , Cuma batuk Ibu aja ini belum sembuh-sembuh, Ibu kangen banget sama kamu, Arum sendiri bagaimana di Jakarta?”

“Arum Sehat Bu, Alhamdulillah baik-baik saja, Arum juga Kangen banget sama Ibu tapi Arum belum bisa pulang, Ibu sudah ke dokter?”

“sudah…ibu ga papa koq Nduk, kamu Nda usah kuatir”

“Bu..maaf ya Arum belum bisa kirim apa-apa lagi”

“Arum..Ibu ngerti, yang penting kamu sehat saja Ibu sudah senang, Nda usah mikir macam-macam pikir dirimu aja sendiri dulu”

“O ya Rum bagaimana dengan permintaan Ibu?”

Sesaat Arum tersentak, permintaan?? Perasaan Ibu ga pernah minta apa-apa, Cuma kemarin minta ganti Hp karena HP yang lama rusak dan sudah Arum belikan dan dititip sama Yanto sepupunya yang pulang kemarin”

“permintaan apa ya Bu?” Arum mencoba mengingat-ingat kalau-kalau dia lupa amanat Ibunya

“soal Jodoh kamu Rum”

Degg..Kata-kata Ibu membuat dada Arum berdebar Hebat, ntah kenapa setiap kali ibu tanya tentang hal ini, Arum selalu merasa dadanya bergemuruh tak tahu apa yang akan di sampaikan pada ibunya.

“O..Itu…Mohon do’a Ibu aja ya..mudah2an Arum di pertemukan Allah dengan jodoh Arum secepatnya”

“Arum..Ibu ini sudah tua, Ibu akan tenang kalau melihat kamu sudah mapan, punya suami”

“Arum tau Bu..Arum juga ingin bisa membahagiakan Ibu, jangan bosan do’a untuk Arum ya Bu..”

“iya..Ibu selalu berdoa buat kamu Nduk…tapi tolong ingat kata-kata Ibu ya..Jangan terlalu melilih yang penting dia baik”

“iya Bu…” Arum tak lagi bisa berkata seakan ada duri melintang yang menghalangi nya tuk bersuara, tak terhitung betapa sering Ibu mengingatkannya tentang satu hal ini, tak cukup Ibu, Mba Asih Kakaknya Yang di Sumatera tak pernah berhenti menjadi Wedding Alarm bagi dia.

Percakapan pagi itu berakhir dengan gundah di hati Arum…Kegundhaan akan kerinduan pada Ibunya juga, juga Amanah yang Belum jua dia tunaikan



“Ya Robbi…Pagi ini sekali lagi Ibu hamba mengingatkan hamba tentang amanah yang belum mampu hamba tunaikan. Ntah karena hamba Belum menemukannya atau karena keangkuhan di hati hamba..



Robbi…Seandainya Engkau menyiapkan jodoh Hamba Di dunia Ini, hamba hanya Ingin dia adalah seorang yang akan mengajak hamba berjuang di jalanMu

Hamba Hanya Ingin dia seorang yang hatinya di penuhi kecintaan kepadaMu, hingga dia ajarkan hanba untuk mencintaiMu, maka pertemukanlah kami….



Robbi…Hamba Sangat ingin membahagiakan ibu, berikan hamba kesempatan Ya Robb..Andai masih ada waktu berikan hamba kesempatan untuk membahagiakan hatinya, dengan memenuhi harapannya…

Robbi..berikan hamba keikhlasan dan keridhoan atas apapun yang Kau takdirkan untuk hamba..Amiin



Setitik airmata di sholat subuh Arum kali ini, membuatnya sedikit lega, seakan sesak di dada perlan-lahan berkurang setiap kali dia mengadu padaNya.



***

Rum gimana kabar Taaruf mu? Dah ada kemajuan? Tanya Lenda yang sedang sibuk membereskan laptop sehabis presentasi pertanggung jawaban program sore itu

”Aku mundur Len” jawab arum lesu

”kenapa lagi seh Rum? Kayaknya kamu tuh terlalu banyak kriteria makanya ga jadi jadi ”

”Len apa aku salah kalau aku menginginkan pasangan tebaik untuk dunia akheratku, mencari ayah yang baik untuk anak-anakku kelak??”

”tentu saja tidak salah Arum, tapi sudut pandang ”terbaik” mu itu mungkin yang perlu di tinjau lagi”

”maksudmu?”

”yah.. terbaik itukan proporsiaonal ga harus yang kasat mata memenuhi kriteriamu, tapi bisa jadi ada kekurangan dia yang bisa membuatmu lebih baik dan harus kamu terima, selama ini kamu banyak menolak bahkan untuk taaruf, untuk orang yang kamu anggap bukan kriteria ”Ihwan”, padahal siapa tahu itu ladang amal buat kamu, setiap kita khan da’i dan daiyah yang bisa saling mendakwahi dan mengingatkan, tak terkecuali jika kita punya kemampuan yang lebih baik dari suami, khan ga ada salahnya”

”Len aku belum cukup berani untuk mengambil resiko itu, suami adalah imam Len, aku ini masih labil, aku ingin seorang suami yang bisa membimbing aku lebih baik, Ilmu ku masih sangat terbatas wajar dong kalau aku ingin suami ku lebih bagus ilmunya dari aku”

”ya wajar seh Non, tapi tetep aja kurangi Kriteria, Hmm....memang yang kemarin itu kenapa?”

”Len coba bayangin aja deh, mang ada gitu ”Ihwan” yang hobinya main bilyard,??”

” hah?? Memangnya?”

”aku ga mau nyalahin moderator seh len, juga ga berpandangan klo itu hal yang sangat buruk tapi jauh banget gitu loh dari Misi aku..”

”membangun panti asuhan?? sekolah alam tuk anak Jalanan?”

”yup tuh dia.. aku butuh orang yang bisa mendukungku untuk semua itu”

”yaaaah...semua khan berproses Rum”

”memang Len, tapi tidak hanya Proses, sebelum ada proses harus ada awal khan?, setidaknya aku ingin menemukan bibit itu ada dalam diri calon suamiku, hingga aku bisa menyirami nya kelak tuk tumbuh subur bersamaku, menurutku menikah adalah mencari teman seperjuangan Len, jadi setidaknya harus menyamakan visi”

”Aaah kamu tuh terlalu diplomatis tau ga??”

”yee..Biarin...!!”



***

”Gimana kabarmu adekku?” suara kakaku yang khas terdengar lantang di sebrang sana

”baik Mba’ Alhamdulillah, gimana keluarga di sana, semua sehat kah?”

”Alhamdulillah semua baik2 aja Rum, o Ya Rum Akad nikahnya Deri dah di laksanakan kemarin, dan semua berjalan lancar”

”syukurlah, sebenernya sedih juga seh mba’, Arum ga bisa dateng”

”iya seh, dan kemarin waktu akad nikah nya Deri, Mba Inge dan Bulek Nie Nangis inget kamu Rum”

”Loh, koq..? mang kenapa mba’?”

”iya..waktu di rias si Deri sepupumu itu mirip sekali sama kamu, jadi semua pada inget sama kamu”

”Ooo...Gitu, masak seh, tapi tetep masih cantikan aku dikit khan mba’... hahaha,” candaku membuat mbak Asih sewot

”huh..Ge-er aja, cakepan kamu dikit, banyakan dia”

”Nah itu maksud Arum Mba’ hehehe”

”tapi ngomong-ngomong kapan kamu Rum?

Yah Mba’...itu lagi, itu lagi...nanti deh kalau Arum dah siap calonnya pasti Mba orang yang pertama Arum kabari setelah Ibu, Mba’ banyak-banyak doa aja buat Arum ya, mudah2an Arum di karuniai suami yang soleh mba’”

”Nah berarti kamu belum ketemu-ketemu juga toh sama si Soleh itu?”

”yah si Emba’, Si soleh anaknya pak Marjan seh tiap hari ketemu, maksud Arum suami yang soleh mba’ ku..”

”ah..terserah kamu ajalah yang penting jangan lama-lama Rum, umur kamu tuh udah lebih dari matang tuk berumah tangga”

”iya..iya..Arum tau koq, udah deh ganti topik ya?” bujuk arum dengan nada putus asa..



***

”Kakak..! kakak jangan banyak kriteria deh, yang penting agamanya baik udah, ga usah pertimbangan lagi, jaman sekarang nyari yang bener aja susah loh Kak...” kata Aisyah di sela-sela perjalanan ketika mengantar Arum pulang dengan motor Supra kesayangannya, hampir setiap minggu Arum ke rumah Aisyah tuk sekedar berbagi ilmu dengan adek-adek di rumah Aisyah, karena orang tua Aisyah ini mempunyai yayasan pendidikan untuk anak yatim dan keluarga pemulung. Arum sangat senang bisa bertemu dengan keluarga Aisyah yang sangat baik hingga dia bisa belajar banyak hal terutama untuk mewujudkan cita-citanya kelak. Tapi kadang jenuh juga dengan berbagai peringatan dari sahabatnya yang sudah di anggap seperti adek nya sendiri itu, Aisyah.

Ya..Mba’ Arum..malah kalau Okti ga punya kriteria, yang penting dia hanif walaupun ilmu agamanya kurang khan bisa belajar mba’ , asal ada kemauan aja untuk belajar, buktinya Okti ga banyak pertimbangan lagi ketika kak Dedi melamar Okti.” sambung Okti yang ga mau ketinggalan

”ya..iyalaaah..Kak Dedi khan agamanya bagus, rasa sosialnya tinggi, kerjaan mapan, tampang keren, mau cari apalagi kalau kamu nolak?’ sela Aisyah sewot.

”tapi bukan itu point nya loh..”

“ Ah..Teori.., dulu juga sering nolak ta’aruf khan? jawab Aisyah sambil nyengir.

Arum hanya terdiam melihat ulah sahabatnya itu, dia sama sekali tak marah atau tersinggung ketika mereka bilang, kakak tuh idealist, kakak tuh banyak milih, Mba’ tuh kebanyakan kriteria atau bahkan ketika ada yang bilang, Inget Rum kamu juga khan ga sempurna, dan memang no body is perfect, jadi jangan terlalu perfectionist lah..”

Berbagai ungkapan itu Arum terima dan di simpan lekat dalam memori otaknya sebagai tanda kasih sayang dan perhatian meraka padanya.

”Yah..bisa jadi mereka benar mungkin aku memang idealist, aku sok milih atau aku perfectionist..apapun yang mereka katakan tak salah dan mereka mang berhak mengatakan itu, karena memang kenyataannya sampai detik ini aku belum menemukan pasangan yang cocok tuk menemani sisa hidupku, tapi betapapun dekatnya mereka denganku, betapapun sayang mereka padaku, mereka tak akan bisa mengambil tanggung jawabku, aku yang akan bertanggung jawab atas apapun pilihanku ” bisik arum dalam hati, dengan langkah gontai ia menyusuri gang kecil menuju rumah kostnya...”Ah..sudah tak pantaskah aku hidup sendiri?” Tanyanya dalam hati sendiri, setitik airmata tak kuasa ia tahan lagi.



***

Malam ini jarum jam dah bertengger di angka 12.00, tapi Arum belum juga bisa memejamkan mata, libur seharian ini di isi dengan berkhidmat di Pelatihan leadership dari Rohis, dan tugasnya sebagai Class Leader pun sukses, juga tak ketinggalan canda tawa dengan sahabat-sahabatnya yang selalu mengisi hari-harinya dan seakan selalu meneguhkan langkahnya. Namun malam ini terasa begitu sunyi bagi Arum, gelisah itu merayap si kisi hatinya, mungkinkah semua itu kerena kabar dari beberapa sahabatnya yang dia terima tadi siang, Okti sudah jelas bulan depan akan menikah dengan kak Dedi, Lenda minggu depan mau Khitbah, Indah juga minggu depan khitbah, Nadya, Umi, Reni, semua sedang proses taaruf. Ach..bukankah itu seharusnya kabar gembira bagi Arum, tapi kenapa justru dia merasa sedih. Apa karena rasa kehilangan, atau merasa tak lagi ada teman yang sendiri? Arum sadar betul bahwa waktu tak akan pernah kompromi meranggas habis usianya, bahkan mungkin keremajaannya, di usianya yang sudah menginjak seperempat abad tentu saja kegelisahan tentang itu ada, hanya saja masalah jodoh bukan hal yang sepele bagi Arum, tak bisa asal tembak atau asal pilih, mungkin karena itu pula cap”idealist” itu kini di sandangnya.



Makalah tentang ”future projectnya” tak bisa dia teruskan tiba-tiba saja semua hilang dari otaknya, ntah tulisan apa yang akan di tuangkan lagi dalam makalah itu, sementara dia masih berkutat di depan laptopnya, tak sadar jari-jari itu menari di atas key board dan menuliskan sebuah puisi yang sebagian dia sadur dari isi cerpen di majalah Annida yang kemarin di bacanya, mungkin karena isi puisi itu bisa merepresentasikan apa yang dia rasa hingga dia hafal setiap kata dan menuliskan dalam buku harian di laptopnya....

Kepada Calon Suamiku….

Usiaku hari ini bertambah setahun lagi.

Seperempat abad sudah. Alhamdulillah. Kuharap, tahun-tahun yang berlalu, meski memudarkan keremajaanku, namun tidak akan pernah memudarkan ghirah Islamiah yang ada. Mudah-mudahan aku bisa tetap istiqamah di jalan-Nya.

Gelar sarjana telah aku raih setahun yang lalu, kini aku sedang banyak belajar mulai dari beorganisasi, kepemimpinan sampai memasak dan, cara bergaul dengan anak, untuk menambah khasanah ilmuku hingga kelak aku bisa mendampingi dirimu sebagai seorang pemimpin yang bijaksana dan bisa menjadi Istri tempat mu berbagi segala hal .

Alhamdulillah, sekarang aku lebih bisa berkonsentrasi untuk memperbanyak ilmu agamaku, sedikit-sedikit aku belajar menghafal ayat-ayat cintaNya, juga aku mulai belajar bahasa syurga, bahasa yang dulu ku anggap tak lebih penting dari bahasa inggrisku, kini aku berusaha keras untuk menguasainya. Aku juga sedang mengkoleksi banyak makalah dan belajar berbicara di depan umum, semoga suatu saat terwujud cita-citaku tuk bisa ikut terjun berdakwah bersamamu.

Calon suamiku….

Aku maklum, bila sampai detik ini kau belum juga hadir. Permasalahan yang menimpa kaum muslimin begitu banyak. Kesemuanya membentuk satu daftar panjang dalam agenda kita. Aku yakin ketidakhadiranmu semata-mata karena kesibukan dakwah yang ada. Satu kerja mulia, yang hanya sedikit orang terpanggil untuk ikut merasa bertanggung jawab. Insya Allah, hal itu akan membuat penantian ini seakan tidak pernah ada.

Calon suamiku….

Namun jika engkau memang disediakan untukku di dunia ini, bila kau sudah siap untuk menambah satu amanah lagi dalam kehidupan ini, yang akan menjadi nilai plus di hadapan Allah (semoga), maka datanglah. Tak usah kau cemaskan soal kuliah yang belum selesai, atau pekerjaan yang masih sambilan. Insya Allah, iman akan menjawab segalanya. Percayakan semuanya pada Allah. Jika Dia senantiasa memberikan rizki, padahal kita tidak dalam keadaan jihad di jalan-Nya, lalu bagaimana mungkin Allah akan menelantarkan kita, sedangkan kita senantiasa berjihad di sabil-Nya?!

Banyaklah berdoa, Calon Suamiku, di manapun engkau berada. Insya Allah, doaku selalu menyertai usahamu.

Wassalam,



Adinda

NB: Ngomong-ngomong, nama kamu siapa, sih?



Seiring kalimat terakhir puisi itu Arum tak bisa lagi menahan kantuknya hingga dia tertidur di meja belajarnya.



***

“namanya Fauzi kak..”

“Fauzi, siapa dia dek? Tanya Arum pada Aisyah

“ yah..ihwan yang mau taaruf sama kakak itu anak nya temen ayah namanya Fauzi, kali ini kakak ga bisa nolak deh”

“tapi dek..kakak khan…”

“udah yang penting taaruf aja dulu, Insyaallah Ihwan banget deh kk, mudah2an cocok sama selera kakak hehehe”

“yeee…sok teu loh dek ..” jawab arum sambil mencubit pipi aisyah, yah Arum akan mencoba, Arum tak akan putus asa tuk selalu mencoba sampai dia menemukan pangerannya. Who knows Fauzi adalah pangeran yang Allah persiapkan untuknya??

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Pengikut