Hakikat pendidikan seharusnya membentuk karakter. Pendidikan harus berorientasi kepada terbentuknya karakter (kepribadian atau jati diri). Setiap tahapan pendidikan dievaluasi dan dipantau dengan saksama sehingga menjadi jelas apa yang menjadi potensi positif seseorang yang harus dikembangkan dan apa yang menjadi faktor negatif seseorang yang perlu disikapi.
Dalam pengertian lain hakikat manusia adalah sebagai berikut:
· Makhluk yang memiliki tenaga dalam yang dapat menggerakkan hidupnya untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhannya.
· Individu yang memiliki sifat rasional yang bertanggung jawab atas tingkah laku intelektual dan sosial.
· Mampu mengarahkan dirinya ke tujuan yang positif mampu mengatur dan mengontrol dirinya dan mampu menentukan nasibnya.
· Makhluk yang dalam proses menjadi berkembang dan terus berkembang tidak pernah selesai (tuntas) selama hidupnya.
· Individu yang dalam hidupnya selalu melibatkan dirinya dalam usaha untuk mewujudkan dirinya sendiri, membantu orang lain dan membuat dunia lebih baik untuk ditempati.
· Suatu keberadaan yang berpotensi yang perwujudanya merupakan ketakterdugaan dengan potensi yang tak terbatas.
· Makhluk Tuhan yang berarti ia adalah makhluk yang mengandung kemungkinan baik dan jahat.
· Individu yang sangat dipengaruhi oleh lingkungan turutama lingkungan sosial, bahkan ia tidak bisa berkembang sesuai dengan martabat kemanusaannya tanpa hidup di dalam lingkungan sosial.
Akar dari karakter ada dalam cara berfikir dan cara merasa seseorang. Ini merupakan struktur kepribadian yang natural dan memang sudah menjadi sunatullah. Sebagaimana diketahui, manusia terdiri dari tiga unsur pembangun yaitu hatinya (bagaimana ia merasa), fikirannya (bagaimana ia berfikir) dan fisiknya (bagaimana ia bersikap). Oleh karena itu, langkah –langkah untuk membentuk atau merubah karakter juga harus dilakukan dengan menyentuh dan melibatkan unsur-unsur tersebut.
Proses pembentukan itu sendiri tidak berjalan seadanya, namun ada kaidah-kaidah tertentu yang harus diperhatikan. Anis Matta dalam “Membentuk karakter Muslim” menyebutkan beberapa kaidah pembentukan karakter sebagai berikut:
1. Kaidah Kebertahapan
Proses pembentukan dan pengembangan karakter harus dilakukan secara bertahap. Orang tidak bisa dituntut untuk berubah sesuai yang diinginkan secara tiba-tiba dan instant. Namun ada tahapan-tahapan yang harus dilalui dengan sabar dan tidak terburu-buru. Orientasi kegiatan ini adalah pada proses bukan pada hasil. Proses pendidikan adalah lama namun hasilnya berkualitas.
2. Kaidah Kesinambungan
Seberapa pun kecilnya porsi latihan, yang penting bukanlah di situ, tapi pada kesinambungannya. Proses yang berkesinambungan inilah yang nantinya membentuk rasa dan warna berfikir seseorang yang lama-lama akan menjadi kebiasaan dan seterusnya menjadi karakter pribadinya yang khas.
3. Kaidah Momentum
Pergunakan berbagai momentum peristiwa untuk fungsi pendidikan dan latihan. Misalnya Ramadhan untuk mengembangkan sifat sabar, kemauan yang kuat, kedermawanan, dan sebagainya.
4. Kaidah Motivasi Instrinsik
Karakter yang kuat akan terbentuk sempurna jika dorongan yang menyertainya benar-benar lahir dari dalam diri sendiri. Jadi, proses “merasakan sendiri”, “melakukan sendiri” adalah penting. Hal ini sesuai dengan kaidah umum bahwa mencoba sesuatu akan berbeda hasilnya antara yang dilakukan sendiri dengan yang hanya dilihat atau diperdengarkan saja. Pendidikan harus menanamkan motivasi/keinginan yang kuat dan “lurus” serta melibatkan aksi fisik yang nyata.
5. Kaidah pembimbingan
Pembentukan karakter ini tidak bisa dilakukan tanpa seorang guru/pembimbing. Kedudukan seorang guru/pembimbing ini adalah untuk memantau dan mengevaluasi perkembangan seseorang. Guru/pembimbing juga berfungsi sebagai unsur perekat, tempat “curhat” dan sarana tukar pikiran bagi muridnya.
Kaidah-kaidah pembentukan tersebut di atas diterapkan ke dalam proses pendidikan sebagai berikut:
Proses Pendidikan
Kaidah kebertahapan dan kesinambungan menjiwai keseluruhan proses pendidikan, baik jenjang secara umum (jenjang tingkat dasar,menengah dan atas) maupun proses di tiap jenjang tersebut. Kaidah momentum berkaitan dengan kretaifitas guru/pembimbing dalam memodifikasi setiap moment menjadi lebih bermakna untuk pembentukan pribadi. Kaidah motivasi instrinsik lebih bermain di tahapan “informasi masuk” dan proses “pemahaman”. Bagaimana informasi itu diolah dan ditampilkan sehingga membuat seseorang menjadi paham dan mau melakukan sesuatu dengan sukarela. Kaidah pembimbingan bermain banyak di tahap “manajemen aktivitas”, penyikapan terhadap pemberian reward dan punishment dan evaluasi terhadap proses tersebut. Bagaimana seorang guru/pembimbing memantau proses pembiasaan dan pengulangan terhadap pembentukan karakter tertentu. Proses pendidikan tersebut jelas menggambarkan tujuan akhir pendidikan yaitu membentuk karakter/jati diri atau kepribadian.
Aspek Pendidikan
Karakter/jati diri seorang muslim yang diinginkan yaitu karakter/kepribadian yang lengkap, utuh dan menyeluruh. Oleh karena itu pendidikan harus melibatkan dan mendayagunakan seluruh aspek potensi manusia dari semua lini. Berikut adalah aspek-aspek pendidikan tersebut :
a) Pendidikan agama (keimanan, aqidah)
Merupakan pondasi bangunan karakter (kepribadian) seorang muslim.
Pendidikan agama mutlak diperlukan karena ia akan menjadi motivasi terdalam dari sikap dan perilaku seseorang. Pendidikan keimanan ini dapat ditempuh dengan berbagai cara dan metode.
Pendidikan agama mutlak diperlukan karena ia akan menjadi motivasi terdalam dari sikap dan perilaku seseorang. Pendidikan keimanan ini dapat ditempuh dengan berbagai cara dan metode.
b) Pendidikan ibadah
Ibadah biasanya terkait dengan kegiatan khusus yang memiliki aturan dan tata laksana tertentu yang sudah mutlak. Pemantauan terhadap pendidikan ibadah ini akan membentuk seseorang menjadi lebih disiplin dan tertib.
c) Pendidikan akhlak
Pendidikan yang mengutamakan terhadap sikap nyata seseorang dalam menyikapi berbagai persoalan hidup. Pembentukan akhlak tidaklah mudah. Ia memerlukan proses yang lama sekali. Namun hasilnya akan mantap apabila dipantau dengan baik.
d) Pendidikan akal/daya fikir
Mengutamakan terbentuknya keahlian intelekual seseorang. Bagaimana seseorang lihai menggunakan akal dan fikirannya untuk kemajuan.
e) Pendidikan sosial kemasyarakatan
Membentuk seseorang menjadi bersifat sosial, bisa bergaul dengan berbagai macam tipe orang dan memiliki cukup empati/kepedulian dan mampu membagi cintanya bagi orang-orang di sekitarnya.
f) Pendidikan jasad/fisik
Seorang muslim selain memiliki keimanan yang kuat, akal yang cerdas juga harus ditopang dengan fisik yang kuat.
g) Pendidikan kejiwaan/mental
Seorang muslim yang tangguh juga harus memiliki jiwa atau mental membaja yang tidak pernah jatuh oleh hal-hal yang remeh atau cengeng menghadapi berbagai cobaaan hidup. Pendidikan kejiwaan/metal yang tangguh akan melahirkan individu-individu yang tangguh dan tak pernah mendramatisir keadaan.
h) Pendidikan perbuatan/amal
Ilmu yang banyak tidaklah berarti tanpa diamalkan. Oleh sebab itu, individu muslim harus dilatih bisa dan biasa beramal.
Proses pendidikan seharusnya menyeluruh dalam arti meliputi semua aspek di atas dan terpadu dalam arti adanya keterlibatan/kerjasama semua pihak, dirinya, orang terdekatnya (orang tua, teman, dan sebagainya), lingkungannya. Semuanya ikut memantau dan mengevaluasi perkembangan seorang individu.
Inilah yang belum ada dalam proses pendidikan selama ini. Proses pendidikan selama ini terfokus sporadis dan tak punya target khusus. Semuanya asal gugur kewajiban. Tak heran bila hasilnya pun asal saja. Tidak memiliki karakter khusus, karena memang tidak ditargetkan dan tak dievaluasi secara kontinyu dari awal.
Melalui penerapan pendekatan humanistik maka pendidikan ini benar-benar akan merupakan upaya bantuan bagi anak untuk menggali dan mengembangkan potensi diri serta dunia kehidupan dari segala liku dan seginya.
Menurut Ki Hadjar Dewantara terdapat lima asas dalam pendidikan yaitu :
Menurut Ki Hadjar Dewantara terdapat lima asas dalam pendidikan yaitu :
a) Asas kemerdekaan; Memberikan kemerdekaan kepada anak didik, tetapi bukan kebebasan yang leluasa, terbuka (semau gue), melainkan kebebasan yang dituntun oleh kodrat alam, baik dalam kehidupan individu maupun sebagai anggota masyarakat.
b) Asas kodrat Alam; Pada dasarnya manusia itu sebagai makhluk yang menjadi satu dengan kodrat alam, tidak dapat lepas dari aturan main (Sunatullah), tiap orang diberi keleluasaan, dibiarkan, dibimbing untuk berkembang secara wajar menurut kodratnya.
c) Asas kebudayaan; Berakar dari kebudayaan bangsa, namun mengikuti kebudyaan luar yang telah maju sesuai dengan jaman. Kemajuan dunia terus diikuti, namun kebudayaan sendiri tetap menjadi acauan utama (jati diri).
d) Asas kebangsaan; Membina kesatuan kebangsaan, perasaan satu dalam suka dan duka, perjuangan bangsa, dengan tetap menghargai bangsa lain, menciptakan keserasian dengan bangsa lain.
e) Asas kemanusiaan; Mendidik anak menjadi manusia yang manusiawi sesuai dengan kodratnya sebagai makhluk Tuhan.
Menurut Tilaar (2000 : 16) ada tiga hal yang perlu di kaji kembali dalam pendidikan. Pertama, pendidikan tidak dapat dibatasi hanya sebagai schooling belaka. Dengan membatasi pendidikan sebagai schooling maka pendidikan terasing dari kehidupan yang nyata dan masyarakat terlempar dari tanggung jawabnya dalam pendidikan. Oleh sebab itu, rumusan mengenai pendidikan dan kurikulumnya yang hanya membedakan antara pendidikan formal dan non formal perlu disempurnakan lagi dengan menempatkan pendidikan informal yang justru akan semakin memegang peranan penting didalam pembentukan tingkah laku manusia dalam kehidupan global yang terbuka. Kedua, pendidikan bukan hanya untuk mengembangkan intelegensi akademik peserta didik. Pengembangan seluruh spektrum intelegensi manusia baik jasmaniah maupun rohaniyahnya perlu diberikan kesempatan didalam program kurikulum yang luas dan fleksibel, baik didalam pendidikan formal, non formal dan informal. Ketiga, pendidikan ternyata bukan hanya membuat manusia pintar tetapi yang lebih penting ialah manusia yang berbudaya dan menyadari hakikat tujuan penciptaannya. Hal ini sesuai dengan pendapat Sindhunata (2000 : 14) bahwa tujuan pendidikan bukan hanya manusia yang terpelajar tetapi manusia yang berbudaya (educated and Civized human being).
Dengan demikian proses pendidikan dapat kita rumuskan sebagai proses hominisasi dan humanisasi yang berakar pada nilai-nilai moral dan agama, yang berlangsung baik di dalam lingkungan hidup pribadi, keluarga, masyarakat dan bangsa, kini dan masa depan.
Untuk membentuk masyarakat Indonesia baru yaitu masyarakat madani yang diridhoi Allah swt. tentunya memerlukan paradigma baru. Paradigma lama tidak memadai lagi bahkan mungkin sudah tidak layak lagi digunakan. Suatu masyarakat yang religius dan demokratis tentunya memerlukan berbagai praksis pendidikan yang dapat menumbuhkan individu dan masyarakat yang religius dan demokratis pula. Masyarakat yang tertutup, yang sentralistik, yang mematikan inisiatif berfikir manusia dan jauh dari nilai-nilai moral dan agama Islam bukanlah merupakan pendidikan yang kita inginkan. Pada dasarnya paradigma pendidikan nasional yang baru harus dapat mengembangkan tingkah laku yang menjawab tantangan internal dan global dengan tetap memiliki keyakinan yang kuat terhadap Allah dan Syariatnya. Paradigma tersebut haruslah mengarah kepada lahirnya suatu bangsa Indonesia yang bersatu, demokratis dan religius yang sesuai dengan kehendaknya sebagai wujud nyata fungsi kekhalifahan manusia dimuka bumi.
Oleh sebab itu, penyelenggaraan pendidikan yang sentralistik dan sekurelistik baik didalam manajemen maupun didalam penyusunan kurikulum yang kering dari nilai-nilai moral dan agama harus diubah dan disesuaikan kepada tuntutan pendidikan yang demokratis dan religius. Demikian pula di dalam menghadapi kehidupan global yang kompetitif dan inovatif, maka proses pendidikan haruslah mampu mengembangkan kemampuan untuk berkompetensi didalam kerja sama, mengembangkan sikap inovatif dan ingin selalu meningkatkan kualitas. Demikian pula paradigma pendidikan baru bukanlah mematikan kebhinekaan malahan mengembangkan kebhinekaan menuju kepada terciptanya suatu masyarakat Indonesia yang bersatu di atas kekayaan kebhinekaan mayarakat dan bangsa Indonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar